Home Lingkungan Yuyun Harmono, Manajer Keadilan Iklim WALHI: Perlu People Summit untuk Kritisi G20!

Yuyun Harmono, Manajer Keadilan Iklim WALHI: Perlu People Summit untuk Kritisi G20!

333
0

Civil 20 (C20) adalah wadah organisasi masyarakat sipil dari seluruh anggota G20 untuk terlibat dengan para pemerintah anggota G20 dalam menghadapi isu-isu krusial di dunia saat ini. Melalui forum yang disediakan G20 ini, kelompok masyarakat sipil di forum C20 dapat memberikan masukan, rekomendasi bahkan kritik yang akan dibahas di KTT G20 di akhir tahun nanti di Bali. Intinya, Komite Pengurus C20 berperan sebagai penghubung antara masyarakat sipil dengan para pembuat kebijakan di G20, agar suara masyarakat dapat tersampaikan secara lebih efektif.Selain menggelar B20 atau Business 20 yang berisi pertemuan pemimpin bisnis atau pengusaha dari negara anggota G20, Presidensi G20 Indonesia juga mewadahi pertemuan C20 atau Civil 20.

Namun, apakah C20 efektif untuk membahas dan mengkritisi persoalan lingkungan hidup yang dapat didengar dan dllaksanakan oleh G20? Berikut wawancara Lembaga Peradaban Luhur (LPL) dengan Yuyun Harmono, Manajer Keadilan Iklim WALHI,

 

Sejak kapan G20 peduli dengan isu lingkungan hidup?

G20 awalnya tidak bicara tentang lingkungan, tetapi tentang  ekonomi dan fiskal. Awalnya G7 kemudian menjadi G8, lalu melibatkan negara-negara berkembang menjadi G20.

Namun, isu lingkungan hidup juga dibicarkan dan dibahas karena menjadi tiga teratas dalam permasalahan di udnia. Sebenarnya,  G20 ini adalah kumpulan negara-negara dengan GDP tertinggi di dunia yang merupakan forum kumpul-kumpul aja, forum informal. Tetapi, karena yang berkumpul 20 negara dengan GDP tertinggi sehingga forum kumpul-kumpul informal ini menjadi penting.

 

Apa yang signifikan dari peran G20 di isu lingkungan hidup?

78 persen kontibusi emisi gas rumah kaca di dunia ini berasal dari negara-negara maju anggota G20. Padahal, peran G20 ini signifikan untuk menurunkan emisi gas rumah kaca di dunia.

Namun, investasi-investasi negara-negara maju yang tergabung di G20 selama ini justru yang menyumbang terhadap emisi gas rumah kaca di sektor-sektor ekstraktif yang berkpontribusi terhadap perubahan ikilm, seperti tambang dan minyak bumi. Kalau hanya semata-mata mengalihkan bahan bakar fosil ke energi yang terbarukan, yang pengertiannya baterai dan mobil listrik, justru menjadi masalah baru bagi keberlanjutan lingkungan karena baterai berasal dari biji nikel yang mengakibatkan kerusakan linkungan karena penambangan nikel secara besar-besaran.  Selain energi terbarukan berupa listrik, juga yang bermasalah adalah rnergi berbasis nabati, seperti kelapa sawit. Tidak benar-benar mengurangi emisi gas rumah kaa, karena dikompensasi dengan perluasan perkebunan kelapa sawit secara besar-besaran yang menjadi masalah lingkungan hidup juga. Jadi, energi listrik atau energi nabati yang berasal ada kelapa sawit bagi WALHI merupakan solusi-solusi yang palsu yang malah menimbulkan kerusakan lingkungan yang baru.

 

Apakah G20 dapat diharapkan menyelesaikan persoalan lingkungan hidup, apalagi ada C20 yang dibentuk oleh G20?

G20 dari awal bukan di-setup untuk menyelesaikan masalah lingkungan hidup, tetapi tentang ekonomi dan fiskal. Bicara agenda setting, apakah negara-negara maju anggota G20 mau menerima usulan masyarakat?

C20 itu kanal  yang dibuka oleh G20 bagi civil society atau masyarakat sipil menyalurkan aspirasinya tentang lingkungan hidup. C20 seolah-olah untuk partipastif, padahal tidak genuin; hanya  untuk digunakan sebagai legitimasi agenda-agenda sebenarnya dari G20, yaitu untuk kepentingan ekonomi dan fiskal.

Pertemuan C20 harunya membahas dan mengkritisi juga tentang demokratisasi, ruang sipil yang semakin mengecil, ketidakadilan-ketidakadilan bagi masyarakat yang terdampak dari kerusakan lingkungannya dari konflik-konflik pertambangan dan agraria.  Ada  agenda hijau yang diusung di forum ini,  padahal itu upaya ekstrasi baru partambangan.

 

Solusinya apa?

Jadi,  bagi WALHI, C20 bagi adalah forum yang isu-isu bahasannya tidak begitu signifikan. Yang signfikan itu   isu tentang demokratisasi, ruang sipil yang semakin mengecil dan ketidakadilan, utamanya tentang hak rakyat dan lingkungan hidup. Karenanya WALHI memandang  perlu diadakannya People Summit, pertemuan rakyat, untuk membahas isu lingkungan.  Namun, WALHI masih mempertimbangkan apakah People Summit ini diadakan di Bali saat acara G20 dan C20 berlangsung atau di luar itu? *

Previous articleCatatan Webinar LPL dan Populis Indonesia untuk Gerakan Buruh: dari Jalanan ke Parlemen
Next articleHifdz Al-Bi`ah, Menjaga Lingkungan Menurut Prof. KH Ali Yafie

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here