Menyongsong Hari Buruh 1 Mei 2022, Lembaga Peradaban Luhur (LPL) bekerjasama dengan Populis Indonesia menyelenggarakan Webinar bertema “Reposisi Gerakan Buruh dalam Memperjuangkan Hak Pekerja, dari Jalanan ke Parlemen” pada hari Jumat tanggal 29 April 2022, dan dihadiri oleh kurang lebih 50 peserta dan ditayangkan juga di channel youtube Padasuka TV. Tema ini diangkat merespon kelahiran Partai Buruh yang akan berkontestasi dalam Pemilu 2024.
Webinar ini menghadirkan tiga narasumber yang berkompeten di bidangnya yaitu Nining Elitos (ketua Umum Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia/KASBI), M. Isnur (Ketua YLBHI), dan Didit Saleh (Deputy Director Ad Interim Trade Union Rights Center/TURC). Webinar ini juga menghadirkan dua pematik diskusi sekaligus host webinar ini, yaitu Nur Hidayah (Ketua Populis Indonesia) dan Rakhmad Zailani Kiki (Kepala LPL) serta moderator Achmad Fanani Rosyidi (pegiat HAM).
Dalam webinar tersebut, Ibu Nur Hidayah memberikan sambutan untuk membuka acara tersebut mengenai pengantar sejarah gerakan buruh di Indonesia. “Gerakan buruh mengalami pasang surut perjuangan sejak masa Orde Lama yang mengakomodir gerakan buruh dalam kontestasi pemilu, yang kemudian mengalami marginalisasi di masa rezim Orde Baru, untuk kemudian muncul kembali di masa Reformasi baik sebagai bagian dari ‘kelompok penekan’ (pressure group) dalam civil society , maupun sebagai partai politik, meskipun hingga saat ini belum mampu merebut kursi di DPR.”
Rakhmad Zailani Kiki dalam kesempatan yang sama memberikan pengantar serta pemantik diskusi untuk memulai webinar. Beliau menyoroti keberhasilan gerakan buruh di era reformasi dalam kontribusinya memperjuangkan hak pekerja. Namun sayangnya, perjuangan tersebut tidak mulus dan seringkali mengalami kemunduran. Momentum penolakan pensyahan Revisi UU KPK dan UU Cipta Kerja 11/2011, melahirkan kesadaran gerakan buruh saat ini melahirkan partai buruh yang akan melebarkan lahan perjuangan tidak hanya di ranah civil society tetapi juga di ranah politik praktis.
Rakhmad Zailani Kiki yang biasa disapa bang kiki, menambahkan bahwa perjuangan kaum buruh di Indonesia saat ini mengalami ancaman serius mengingat semakin menguatnya sistem oligarki dalam demokrasi Indonesia kini. Dimana persekongkolan antara politisi, pengusaha, dan penguasa dalam mempertahankan akses mereka kepada sumber-sumber daya politik dan ekonomi yang mereka kuasai saat ini. Hal ini terbukti dengan leluasanya pemerintah dan DPR mensyahkan Revisi UU KPK dan UU Cipta Kerja meski telah mendapat banyak penentangan dari masyarakat.
“Lembaga Peradaban Luhur merekomendasikan kaum buruh untuk terus membangun kesadaran kolektif, memperkuat konsolidasi, dan menghindari fragmentasi sambil memperkuat basis ideologi dan capacity building agar gerakan kaum buruh semakin memiliki daya tawar dan kontribusi positif dalam meningkatkan kesejahteraan bersama dan membangun negara tidak hanya di tataran masyarakat sipil tetai juga di tataran politik praktis.”
Diakhir sambutan, Bang Kiki menegaskan bahwa kepentingan kaum buruh sesungguhnya meruapakan kepentingan kita bersama untuk membangun Negara kesejahteraan agar gap ekonomi bisa semakin diperkecil.
Dalam sesi diskusi, salah satu narasumber dari TURC, Didit Shaleh, menjelaskan dalam sebuah catatan yang ia beri judul ‘Dari Pabrik ke Publik: Catatan Gerakan Buruh Memperjuangkan Haknya (Labor to Citizen) di Arena Politik Pasca Reformasi’. Ia menyoroti jalan panjang gerakan buruh dan politk pasca reformasi dimana banyak bermunculan partai yang berupaya mewakili kepentingan kaum buruh, namun sayangnya partai-partai ini belum mampu meraih kursi di parlemen.
“Sejauh pengamatan saya ada beberapa faktor yang berkontribusi terhadap kegagalan parpol dengan identitas butuh di arena electoral ini yang meliputi adanya fragmentasi serikat buruh, afiliasi dan orientasi politik serikat buruh yang berbeda, kuatnya oligarki politik, korupsi pemilu, dan maju secara individual bukan atas nama perwakilan serikat buruh, adanya warisan rezim otoriterianisme, aturan main pemilu, kurang efektifnya strategi politik dalam memenangkan kader, “Lemahnya” kapasitas pengorganisasiaan serikat buruh di luar pabrik atau kawasan industri.”
Ia juga merekomendasikan beberapa poin penting untuk gerakan buruh; pertama, perbaikan internal Serikat Buruh/Pekerja baik dalam pengorganisasian dengan focus memperkuat basis di tengah jumlah anggota yang berkurang karena dampak COVID-19; kedua, redesigning Perjanjian Kerja Bersama (PKB) untuk keluar dari tekanan pihak manajemen yang memaksa menggunakan UU Cipta Kerja; dan ketiga memperluas basis pengorganisasian dengan tidak hanya berbasis pabrik atau manufaktur semata, tetapi bisa berbasis pekerja rumahan atau informasi, pekerja difabel, dll.
Sementara itu untuk rekomendasi kebijakan, Didit mengusulkan agar gerakan buruh, termasuk partai buruh, mengusulkan pertama jaminan social untuk pekerja informal dengan mendorong pemerintah untuk memastikan jaminan social pekerja informal; kedua meratifikasi Konvensi ILO 190; ketiga memastikan pekerja difabel mendapatkan haknya untuk bekerja dengan afirmatif action 1% di BUMN dan 2% di pemerintahan, dan juga kebijakan return to work bagi pekerja yang mengalami kecelakaan kerja; dan keempat mendorong pengesahaan RUU sawit dan memastikan buruh harian lepas mendapatkan jaminan kesehatan dan ketenagakerjaan serta kepastian status kerja.
Narasumber kedua, M Isnur, menganalisa gerakan buruh sejak masa kolonial yang mengalami pasang surut dari pemerintah Belanda, masa kolonialisme Jepang, hingga di masa kemerdekaan. Ia merespon kehadiran partai buruh yang akan berkontestasi pada pemilu 2024 ini untuk segera mempersiapkan diri dalam tenggat waktu yang semakin dekat agar terpenuhinya syarat administrative dan lulus verifikasi KPU, serta berhasil memenuhi parliamentary threshold 5%.
“Partai buruh perlu memperkuat basis ideologinya dan memperluas spekturm isu-isu yang diperjuangkan tidak hanya sebatas kepentingan kaum buruh, seperti kenaikan upah dan kesejahteraan kaum buruh. Tetapi juga mengangkat isu-isu kesejahteraan publik lainnya, seperti isu pendidikan, kesehatan, energi terbarukan, dll. Perjuangan ini juga perlu dilengkapi dengan peningkatan kemampuan organisasi agar isu-isu tersebut dapat dirasakan dalam kehidupan keseharian masyarakat.”
Terakhir, narasumber ketiga yaitu Nining Elitos, yang juga merupakan ketua umum salah satu serikat buruh yaitu KASBI, menggunakan perspektif internal kaum buruh. Ia menyoroti bahwa kelahiran partai buruh didorong dengan kekecewaan kaum buruh atas kegemingan pemerintah untuk mensyahkan UU Cipta Kerja yang memihak kepentingan para oligark. Aspirasi dan kepentingan kaum buruh yang selama ini dititipkan kepada para anggota perlemen, sering begitu saja dilupakan pada saat para anggota parlemen memperoleh kursi empuknya di legislatif. Oleh karena itu, kaum buruh saat ini ingin memperjuangkan nasibnya melalui partai yang mengusung identitas dan kepentingan mereka.
“Buruh yang selama ini menopang perekonomian nasional perlu mendapat dukungan dari berbagai pihak karena pada dasarnya apa yang diperjuangkan kaum buruh adalah kesejahteraan bersama.” Tegas Nining.
Penyusun: Achmad Fanani Rosyidi