PERADABANLUHUR.OR.ID, JAKARTA- Lembaga Peradaban Luhur (LPL) berkesempatan ngopi dan ngobrol bersama Kahfi Adlan Hafiz yang akrab disapa Kahfi, Peneliti di Yayasan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (PERLUDEM) di sebuah cafe di daerah Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (7/02/2024). Ada beberapa pertanyaan yang diajukan oleh LPL kepada Kahfi seputar Pemilu 2024, terutama Pilpres.
Bagaimana sekiranya kualitas Pemilu 2024, khususnya Pilpres, dibandingkan pemilu sebelumnya setelah keputusan MKMK dan keputusan DKPP terhadap KPU Pusat?
Pasca reformasi, dan sudah sekian puluh tahun Indonesia, proses konsolidasi demokrasi sudah berjalan dengan baik. Lembaga-lembaga politik dan demokrasi sudah banyak ada, lembaga-lembaga pemilu juga sudah mapan: ada KPU, Bawaslu dan DKPP atau lembaga etiknya. Seharusnya pemilu 2024 ini sudah menjadi pemilu yang sempurna, tidak perlu mikir lagi, dan lembaga-lembaga seperti Perludem tidak perlu dibutuhkan lagi. Tapi ternyata, kita lihat banyak problem. Bukan hanya dari kandidatnya, tetapi dari penyelenggaranya.
Ini menarik. Kenapa tantangan Pemilu 2024 dari penyelenggaranya?
Tantangan terbesar kita ini sekarang, salah satunya, penyelenggara sebenarnya. Kita lihat KPU sudah kena keputusan DKPP. Sudah tiga kali keputusan peringatan keras sebenarnya ke KPU, terutama ketuanya sudah dapat keputusan peringatan keras terakhir di kasus Perempuan Emas. Seharusnya, ketuanya sudah dipecat, tidak kredibel lagi dia bekerja sebagai Ketua KPU. Jadi, KPU-nya memang sudah bermasalah dan DKPP juga bermasalah.
Kenapa DKPP bermasalah juga?
DKPP bermasalah juga karena menurunkan standar etik. Sehingga keputusan-keputusan peringatan keras DKPP tidak jelas, padahal sudah tiga kali keputuan peringatan keras dikeluarkan, seharusnya Ketua KPU-nya sudah dipecat.
Jika sudah bermasalah seperti ini, bagaimana Pemilu 2024 bisa berjalan dengan baik?
Semua harus turun dan terlibat agar pemilu 2024 ini dapat berjalan dengan demokratis, jujur dan adil. Panwaslu di TPS harus menjadi wasit yang tegas, melarang polisi dan militer dam pihak-pihak yang tidak berkepentingan masuk ke tempat TPS. Masyarakat harus memantau dan menjaga TPS-nya dengan memfoto hasil pencoblosan surat suara, yaitu C1 plano dan mengirimnya ke aplikasi Warga Jaga Suara di yang di-install di HP androidnya. Karena ada 800 ribuan TPS seluruh Indonesia, hanya masyarakat di TPS-nya yang memiliki kemampuan untuk menjaga suara di TPS-nya agar tetap terjaga dan terlaporkan dengan baik ke aplikasi Warga Jaga Suara.