Home Catatan HAM Skandal Penuh Kontroversi di Rempang: Dari Gas Air Mata, Perebutan Tanah, sampai...

Skandal Penuh Kontroversi di Rempang: Dari Gas Air Mata, Perebutan Tanah, sampai Kepercayaan Masyarakat yang Hancur!

175
0

Kasus yang terjadi di Rempang bukan semata tidak disengaja, penembakan gas air mata hingga perebutan tanah yang menjadi hak masyarakat adat menjadi polemik serius yang harusnya sudah diakhiri. Bagaimana masyarakal sipil akan terus percaya dengan pemerintah jika banyak oknum yang tega melakukan hal tersebut ke warga yang tenang, tentram, dan damai dalam kehidupan sehari-harinya? Hingga hari ini masih belum ada solusi yang diberikan oleh pemerintah untuk kasus demikian.

Menurut Zenzi Suhadi, Direktur Eksekutif Nasional WALHI, pembangunan Kawasan Rempang Eco-City yang tercantum dalam Permenko Ekuin Nomor 7 Tahun 2023 merupakan salah satu program strategis nasional. Namun, program ini dari awal perencanannya tidak melibatkan partisipasi masyarakat dan mengabaikan suara dari 16 Kampung Melayu Tua di Pulau Rempang yang telah ada sejak 1834. Oleh karena itu, penolakan masyarakat di lokasi tersebut terhadap rencana pembangunan ini adalah wajar. Pihak-pihak seperti BP Batam, Menko Ekuin, Kepala BKPM, dan Kementerian/Lembaga terkait dalam proses ini merumuskan program tersebut tanpa persetujuan masyarakat.

“program ini berpotensi menyebabkan konflik dan dapat mengancam hak atas tanah serta identitas adat masyarakat di 16 Kampung Melayu Tua di Rempang,” ujarnya.

Sementara itu, Suwardi, Juru Bicara Kekerabatan Masyarakat Adat Tempatan (Keramat) Rempang Galang, mengungkapkan bahwa warga, termasuk anak-anak, mengalami trauma setelah kehadiran pasukan polisi di daerah tersebut.

Kehadiran polisi pada tanggal 7 September sebelumnya juga mengakibatkan sekolah-sekolah di Rempang harus ditutup. “Sekelompok masyarakat di Rempang merasa trauma, dan tidak hanya anak-anak, tetapi semua penduduk di Rempang. Saya memiliki cucu yang berada di kelas 1 SD, dan dia diminta oleh ibunya untuk tidak pergi ke sekolah lagi karena takut akan ditembak. Dia mengatakan, ‘Saya ingin tetap hidup’,” ujar Suwardi saat Konferensi Pers di Kantor YLBHI.

Pada hari Kamis, 7 September 2023, sekitar 1.010 tim gabungan TNI-Polri memaksa memasuki perkampungan warga di Pulau Rempang, Kepulauan Riau, untuk menetapkan batas lahan.

Kehadiran aparat saat itu ditolak oleh warga, yang kemudian memicu bentrokan di Jembatan 4, Jalan Barelang, Kota Batam. Aparat kemudian menggunakan gas air mata dalam menanggapi situasi tersebut. Bahkan, beberapa tembakan gas air mata masuk ke sekolah dan mengenai siswa, yang akhirnya harus dilarikan ke rumah sakit.

Bentrokan dengan aparat juga menyebabkan puluhan warga Rempang mengalami luka-luka.Upaya yang dilakukan oleh warga Rempang adalah untuk mempertahankan hak dasar mereka untuk hidup dan mempertahankan kampung halaman nenek moyang mereka. Oleh karena itu, tindakan aparat keamanan tersebut dianggap bukan untuk kepentingan Indonesia, melindungi, atau mengayomi masyarakat adat, tetapi hanya untuk membela investasi yang akan menggusur masyarakat adat.

Lembaga Peradaban Luhur bersama dengan puluhan koalisi yang membela masyarakat sipil mendesak dan menyerukan agar:

  1. Institusi Polri melalui Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menginstruksikan bawahan dan jajarannya untuk menghentikan penggunaan gas air mata dalam menghadapi unjuk rasa masyarakat Pulau Rempang dan Pulau Galang.
  2. Presiden memerintahkan Kapolri dan jajarannya untuk membuat Peraturan Kapolri tentang larangan total penggunaan gas air mata dalam pengendalian massa atau huru-hara, seperti pelarangan total penggunaan gas air mata di setiap kompetisi olahraga yang terbit pasca tragedi Kanjuruhan. Gas air mata seharusnya tidak bisa digunakan untuk aktivitas apapun.
  3. Presiden memerintakan Kapolri dan jajarannya untuk menghentikan penyidikan puluhan warga Pulau Rempang dan membebaskan mereka dari segala jerat hukum. Aksi demonstrasi adalah hak asasi dan negara melalui Presiden harus menegaskan kembali fungsi kepolisian untuk melindungi semua warga negara Indonesia, termasuk masyarakat Pulau Rempang dan Pulau Galang.
  4. Presiden mengambil langkah pemulihan bagi para korban, termasuk warga adat, korban perempuan, anak, dan lansia yang terpapar gas air mata.
  5. Presiden harus melakukan langkah tegas dengan melakukan pemotongan anggaran Polri 2024 sebagai bentuk pendisiplinan bagi Kepolisian yang telah menggunakan perangkat untuk melakukan represi terhadap warga.

Dari kami yang menyatakan:

  1. Eksekutif Nasional WALHI
  2. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)
  3. Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA)
  4. TuK Indonesia
  5. Solidaritas Perempuan
  6. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)
  7. Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI)
  8. Amnesty International Indonesia
  9. Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI)
  10. Indonesia for Global Justice (IGJ)
  11. Indonesian Center for Environmental Law (ICEL)
  12. Lembaga Laskar Melayu Bersatu (LLMB)
  13. Forum Masyarakat Penyelamat Pulau Mendol (FMPPM)
  14. Majelis Sastra Riau
  15. Riau Women Working Group (RWWG)
  16. Gerakan Mahasiswa Melayu (GMM) Kepulauan Riau
  17. Aliansi Pemuda Melayu
  18. Wanapalhi
  19. Mapala Suluh
  20. Mapala Humendala
  21. KPA EMC2
  22. Jikalahari
  23. Perkumpulan Elang
  24. Senarai
  25. AP2SI Riau
  26. Lembaga Advokasi Lingkungan Hidup (LALH)
  27. Lembaga Kajian Hukum dan Demokrasi (LKHD)
  28. Laskar Penggiat Ekowisata (LPE) Riau
  29. Alam Indonesia Riau (AIR)
  30. Perkumpulan Kaliptra Andalas
  31. Komunitas Seni Rumah Sunting
  32. Taman Baca Masyarakat (TMB) Kota Pekanbaru
  33. Eksekutif Daerah WALHI Aceh
  34. Eksekutif Daerah WALHI Sumatera Utara
  35. Eksekutif Daerah WALHI Sumatera Barat
  36. Eksekutif Daerah WALHI Riau
  37. Eksekutif Daerah WALHI Jambi
  38. Eksekutif Daerah WALHI Sumatera Selatan
  39. Eksekutif Daerah WALHI Bangka Belitung
  40. Eksekutif Daerah WALHI Bengkulu
  41. Eksekutif Daerah WALHI Lampung
  42. Eksekutif Daerah WALHI Jakarta
  43. Eksekutif Daerah WALHI Jawa Barat
  44. Eksekutif Daerah WALHI Jawa Tengah
  45. Eksekutif Daerah WALHI Jawa Timur
  46. Eksekutif Daerah WALHI Yogyakarta
  47. Eksekutif Daerah WALHI Kalimantan Tengah
  48. Eksekutif Daerah WALHI Kalimantan Timur
  49. Eksekutif Daerah WALHI Kalimantan Selatan
  50. Eksekutif Daerah WALHI Kalimantan Utara
  51. Eksekutif Daerah WALHI Bali
  52. Eksekutif Daerah WALHI Maluku Utara
  53. Eksekutif Daerah WALHI Sulawesi Tengah
  54. Eksekutif Daerah WALHI Sulawesi Barat
  55. Eksekutif Daerah WALHI Sulawesi Selatan
  56. Eksekutif Daerah WALHI Sulawesi Tenggara
  57. Eksekutif Daerah WALHI Sulawesi Utara
  58. Eksekutif Daerah WALHI Nusa Tenggara Barat
  59. Eksekutif Daerah WALHI Nusa Tenggara Timur
  60. Eksekutif Daerah WALHI Papua
  61. YLBHI-LBH Banda Aceh
  62. YLBHI-LBH Medan
  63. YLBHI-LBH Padang
  64. YLBHI-LBH Palembang
  65. YLBHI-LBH Bandar Lampung
  66. YLBHI-LBH Jakarta
  67. YLBHI-LBH Bandung
  68. YLBHI-LBH Semarang
  69. YLBHI-LBH Yogyakarta
  70. YLBHI-LBH Surabaya
  71. YLBHI-LBH Bali
  72. YLBHI-LBH Makassar
  73. YLBHI-LBH Manado
  74. YLBHI-LBH Papua
  75. YLBHI-LBH Pekanbaru
  76. YLBHI-LBH Palangkaraya
  77. YLBHI-LBH Samarinda
  78. YLBHI-LBH Kalimantan Barat Project Base
  79. JATAM SULTENG
  80. YAYASAN TANAH MERDEKA SULTENG
  81. JATAM KALTIM
  82. Kontras
  83. Solidaritas Perempuan Anging Mammiri Sulsel
  84. Solidaritas Perempuan Sebay Lampung
  85. Solidaritas Perempuan Mataram
  86. Solidaritas Perempuan Palembang
  87. Solidaritas Perempuan Palu
  88. Trend Asia
  89. LHKP PP Muhammadiyah
  90. LHKP PW Muhammadiyah Riau
  91. LHKP PW Muhamadiyah Kepri
  92. LBH AP PP Muhammadiyah
  93. Solidaritas Perempuan Sintuwu Raya Poso
  94. Solidaritas Perempuan Flobamoratas-NTT
  95. Lembaga Peradaban Luhur (LPL)

Author: Wiwit Musaadah