PERADABALUHUR.OR.ID, JAKARTA- Seminar Catatan Akhir Tahun 2022 Tentang Isu Lingkungan Hidup, Civil Society dan Keberagamaan yang digagas fan diselenggarakan oleh Lembaga Peradaban Luhur (LPL) bersama Koordinasi Dakwah Islam (KODI) Provinsi DKI Jakarta di Ruang Acara KODI Provinsi DKI Jakarta Lantai 6, Gedung Graha Mental Spiritual, Jl. Awaludin II, Jakarta Pusat, Rabu (29/12/2022) yang dihadiri 73 dai dan daiyah memberikan catatan agar kesadaran para pemuka agama, seperti dari pertemuan G20 dan lain-lain, secepatnya dapat ditindaklanjuti di tahun 2023 dengan kerja-kerja nyata.
Di seminar ini, ada tiga narasumber, yaitu: M. Islah (Deputi Eknas WALHI), Subhan Anshori (LPL) dan KH Jamal F. Hasyim (Ketua KODI Provinsi DKI Jakarta). Sebagai host atau moderator adalah Yusuf dari PadasukaTV. Walau acaranya adalah seminar namun formatnya adalah talk show.
Dalam pengantarnya, Kepala LPL, Rakhmad Zailani Kiki, menyampaikan tentang teori butterfly effect dari Lorenz (Edward Norton Lorenz), yaitu kepakan sayap kupu-kupu di hutan Amazon dapat menyebabkan angin ribut, badai tornado di Amerika Serikat. Teori ini tentu sebuah kiasan tentang kerusakan lingkungan hidup yang sekarang ini terjadi berasal dari kerusakan-kerusakan kecil yang dibuat manusia terhadap lingkungan hidup, seperti membuang sampah sehingga saat ini suhu bumi naik dan menyebabkan perubahan iklum, cuaca menjadi ekstrem yang di bulan Desember ini kita merasakannya berupa hujan badai, banjir.
“Tahun 2022 ini, memang banyak isu yang diangkat dan dibahas di tingkat nasional, namun sangat sedikit membahas tentang isu lingkungan hidup, terutama tokoh agama yang menjadi bagian dari kekuatan civil society. Padahal, efek kerusakan lingkungan hidup yang menyebabkan bencana ekologis sudah sangat nyata terjadi dan menimbulkan banyak korban. Karenanya, LPL bersama KODI menyelenggarakan seminar catatan akhir tahun 2022 ini untuk membangun kesadaran kita semua, khususnya tokoh agama, dai dan daiyah yang hadir di seminar ini, baik offline maupun online,” ujar Rakhmad Zailani Kiki.
Sebagai narasumber pertama, M. Islah (Eknas WALHI) menyampaikan tentang kerusakan bencana ekologis secara sederhana adalah bencana yang disebabkan oleh ulah tangan manusia. Di tahun 2022 ini, dari data BNPB, sudah terjadi 3000-an lebih bencana di Indonesia, mulai kebakaran hutan, pencemaran air, longsor, gunung meletus, badai, topan dan sebagainya. Jika dikaitkan Sunnatullah, Allah SWT menciptakan alam raya, termasuk bumi dengan isinya dengan membuat sistemnya. Inilah yang disebut dengan Sunnatullah. Sistem ini adalah daur, seperti daur air. Air memiliki sistem atau daur: air menguap menjadi awan, kemudian menjadi hujan, jatuh ke bumi lalu menguap lagi. Karbon juga memiliki sistem atau daur. Namun, jika Sunnatullah atau sistem atau daur ini terganggu, maka menimbulkan bencana. Jika daur air terganggu, seperti air hujan yang jatuh di permukaan bumi lebih banyak dari pada yang diserap bumi, maka terjadi bencana, menjadi banjir. Jika karbon yang terlepas ke udara lebih banyak dari pada yang diserap, maka menaikan suhu bumi. Maka, sampai hari ini, jika orang di dunia membicarakan perubahan iklim sebenarnya membicarakan tentang sistem, daur hidup bumi yang sedang terganggu. Bumi menjadi panas yang mengakibatkan es di kutub mencair dan mengakibatkan naiknya permukaan air laut yang dapat menenggelamkan pulau-pulau di dunia, termasuk di Indonesia. Dan jika suhu bumi naik, maka ada tumbuh-tumbuhan yang tidak bisa hidup lagi, dan ini mengganggu kehidupan manusia. Ini harus menjadi konsen kita bersama.
Narasumber kedua, Subhan Anshori (LPL) menyampaikan tema tentang peran civil society dalam memberdayakan lingkungan. Civil society menjadi instrumen yang penting dalam lingkungan dan berada di luar kekuasaan, di luar partai politik. Civil society bisa disamakan dengan masyarakat madani. Fungsi civil society adalah sebagai pressure group kebijakan negera, dengan menekan dan melakukan sinergi. Dalam masalah lingkungan hidup, civil society yang bertanggung jawab bukan hanya WALHI atau NGO-NGO lainnya, tetapi menjadi tanggung jawab kita semua, dilakukan bersama-sama.
Narasumber ketiga, KH Jamal F Hasyim (Ketua KODI Provinsi DKI Jakarta) menyampaikan bahwa menurut Islam, di dalam Al-Qur`an, manusia adalah pusat dari pada kehidupan (antroposentrisme) karena Allah SWT menciptakan manusia sebagai khalifah dan alam raya, isi bumim diciptakan untuk manusia. Manusia itu pusat karena dia khalifah, dia pemimpin. Namun, jika pemahaman teologisnya salah dan tidak dikembangkan, maka yang terjadi adalah eksploitasi. Manusia menjadi serakah, dan justru ini dipraktikan oleh peradaban Barat, bukan peradaban Islam. Dimulai dari revolusi industri yang merusak lingkungan dan ini terjadi di peradaban modern. Hutan ditebangi, sawah dijadikan pemukiman, dan kerusakan lingkungan terjadi di mana-mana. Eksploitasi dan kerusakan lingkungan hidup ini karena isrof dan tabdzir. Dalam Islam, dilarang melakukan isrof dan tabdzir. Isrof adalah berlebihan, tapi dikonsumsi. Berlebihan menggunakan sumber daya alam, padahal alam punya keterbatasan untuk memenuhi. Sedangkan tabdzir adalah berlebihan, tapi tidak dikonsumsi, sehingga menjadi sampah. Maka, kesadaran ini harus kita tumbuhkan. Para dai harus menyampaikan ini. Kita bikin kumpulkan khutbah tentang materi lingkungan hidup.
Tindaklanjut dari seminar ini adalah WALHI dan KODI beserta LPL akan meyelenggarakan pelatihan dai peduli lingkungan hidup di tahun 2023 nanti. ***